Selasa, 25 November 2014

artikel #1



"M-maukah kau jadi pacarku?"
Pemuda berambut abu-abu bertanya dengan wajah yang sangat merah. Dia memberikan sebuah bunga mawar ke perempuan berambut coklat kemerahan, dengan bola mata ruby, dan Mp3 player yang tergantung di lehernya.
Perempuan itu menatap mata hitam pemuda itu sebelum berkata, "Maaf kak Aldo. Aku sudah menyukai orang lain…"
Pemuda itu tersentak kaget. Bagaimana mungkin orang yang dipuja-puja di sekolahnya; karena ketampanan dan keahliannya dalam berolah raga di tolak oleh adik kelasnya.
"Apa kau serius Seilla?" Seilla mengangguk dan mengembalikan bunga mawar yang diberikan Aldo.
"Maaf kak. Bagaimana kalau kita berteman saja?" tanya Seilla dengan senyuman manis yang terpampang di wajahnya.
"Apa itu Ilham?"
"Eh? Apa?"
"Atau Yudo?"
"Ha?"
"Atau Dinar?"
"Apa!"
"Yang kau suka?"
Ingin rasanya Seilla menampar pemuda itu walaupun dia kakak kelasnyanya. Tapi, dia membiarkan amarah itu berlalu.
"Maaf kak. Aku akan kembali ke asrama duluan." Sesaat Seilla membalikkan badan Aldo memegang tangannya.
"Jawab Pertanyaanku dulu!" Ucap Aldo setengah teriak.
Seilla berusaha melepaskan tangan Aldo dari tangannya. Bukannya dilepaskan Aldo menarik tangan Seilla dan memeluknya.
"Ini bukti perasaanku kepadamu. Terimalah diriku."
Seilla masih berusaha melepaskan dirinya dengan keras. Aldo menatap wajah Seilla yang meronta lalu mencium bibir Seilla yang berwarna merah.
Setelah beberapa saat Aldo melepas pelukannya dan menatap wajah Seilla dengan senyum Innocent, "Bagaimana? Kau sekarang percaya kan?"
Seilla mengepalkan tangan kanannnya dan langsung meninju wajah Aldo. Aldo mental beberapa meter dan warna biru mulai menodai wajah Aldo.
"Kakak tahu kata 'Tidak' kan! Aku menyukai orang lain dan kau tidak bisa mengubah itu!" Ucap Seilla dengan wajah merah karena amarah dan air mata kekecewaan.
Seilla memutar tubuhnya dan langsung meninggalkan Aldo yang tergeletak di jalan. Aldo menghela nafasnya. Mengapa pukulan cewek lebih menyeramkan dari pukulan atlit tinju? Itu yang ada di pikirannya.
Seilla membuka pintu asramanya dan langsung bertemu cewek manis berambut hijau.
"Seilla, Bagaimana kalau kita ke-" Sebelum selesai pertanyaannya Seilla sudah menghilang. Dia ninja ya? Pikir semua orang.
"Hmm, aneh." Gumam Rina yang dapat didengar Adella yang duduk di sebelahnya.
"Apanya yang aneh kak?" tanya Adella dengan wajah penasaran.
"Rasanya Seilla menjauhi kita beberapa minggu ini…" jawab Rina dengan wajah serius.
"Masa? Ung… dia cuman gak jalan-jalan bareng aku selama dua minggu." Ucap Adella yang berhasil mengingatnya.
Rina berusaha mengingat. "Dia juga nggak OSIS selama tiga minggu…"
Yudo yang lagi bermain PSP curi-curi dengar. "Woo, Rina dan Adella sedang nge-gossip! Della sih udah tahu kalau dia tukang gossip, tapi kalau kak Rina… Tak kusangka!"
Adella dan Rina memukul Wajah Yudo hingga mental sampai menabrak meja makan. "BERISIK!" teriak mereka bebarengan.
Yudo tergeletak di lantai dengan lebam-lebam di wajahnya.
" lebih baik kita lanjutkan pembicaraan kita lagi." Usul Nafrah dangan wajah khawatir.
Rina dan Adella menahan amarahnya dan meninggalkan Yudo yang sekarat. "Baik… sampai mana kita?" tanya Rina yang sudah kembali normal.
"ng… tadi baru sampai kak Rina. Sekarang giliranku." Nafrah berusaha mengingat. "Seilla selama seminggu tidak ke ekskul memasak."
Dinar yang dari tadi bermain bersama Koro duduk disamping Nafrah dan memangku Koro. "Sedang ngomongin apa kak?"
"Oh Dinar! Aku mau bertanya sesuatu!"
"Boleh. Apa pertanyaannya kak?"
"Sudah berapa lama Seilla tidak berbicara denganmu?"
Dinar menunduk sedih. "Sudah seminggu…"
Temperatur di lobby berkurang beberapa derajat sesaat Dinar mengeluarkan wajah sedihnya.
"ung… Koro?" tanya Adella.
Adella menoleh kearah AI yang duduk di sebelahnya. "AI tolong terjemahkan."
"Baik. Koro bilang kalau dia tidak bermain dengan Seilla-san selama lima hari." Ucap AI dengan wajah datar.
"Tambah aneh" gumam Rina.
"Ne~ kak Ilham… sudah berapa lama Seilla tidak berbicara denganmu?"
Ilham yang sedang membaca majalah masak menatap Adella dengan tatapan jangan-pernah-tanya-pertanyaan-itu.
"Hmph."
Adella merasakan bulu kuduknya berdiri. "ung… tidak jadi…"
"Tiga minggu…" gumam Ilham dengan suara yang hampir tak didengar.
"Huh?"
"TIGA MINGGU!" Teriak Ilham.
Rina menenangkan Ilham yang naik pitam. "ILHAM DIAM!" dengan teriak…
Lalu Ilham diam seribu kata, "Sial…" sembilan ratus sembilan puluh sembilan kata.
Rina menghela nafasnya. "Baik… jadi ada sesuatu yang aneh pada Seilla…"
"Siapa yang aneh?"
Semua penghuni asrama melihat pemuda berambut biru dengan Mp3 player yang sama dengan Seilla bersama dengan Aldo yang sedang memegangi lebam di bawah matanya dan tubuhnya basah.
"Adia, Aldo! Apa yang terjadi?"
Adia yang pertama kali bicara. "Aku menemukan dia tergeletak di jalan. Lalu kuperiksa tubuhnya dan melihat wajahnya yang lebam. Kuambil air minum di tasku dan ku siram dirinya." Jelasnya dengan nada yang monoton.
Rina lalu menatap Aldo. "Lalu mengapa kau dapat lebam itu Aldo?"
Aldo terlihat ragu-ragu untuk menjawabnya tapi dia diberikan tatapan tajam dari seluruh orang (plus satu anjing) diruangan itu.
"Oke-oke! Akan kuceritakan!" Ucap Aldo. "Aku… tadi menyatakan cintaku ke Seilla." Semua orang plus Anjing kaget mendengar perkataan Aldo.
"kau serius!" tanya Yudo yang sudah bangun dari sakaratul mautnya.
"Lalu Lalu?" tanya Adella yang tak sabaran. Mengapa? Agar menjadi bahan pembicaraan di sekolah.
"Aku ditolak…" Aldo menghela nafasnya. "Dia menyukai laki-laki lain…"
Rina mengelus pundak Aldo. "Sabar… lalu bagaimana kau mempunyai lebam di matamu?"
Aldo merasakan darah mengalir kewajahnya dan membuat pipinya memerah. "Aku menciumnya…"
"APA?" Teriak Ilham yang dari tadi mendengarkan Aldo.
"Kakak bercanda kan?" Tanya Adella yang gak santai.
"Tidak mungkin!" ucap Nafrah yang masih kaget.
Adia? Dia diam saja tapi inilah yang ada di dalam hatinya:
Seilla? Ciuman? Dengan DIA? DIA HARUS MATI!
"dia bukannya senang malah ninju mataku dengan sangat amat keras." Aldo berusaha bercanda. "Mungkin dia bisa menjadi petinju yang baik…"
Tak disadari tangan Adia berhubungan dengan wajah Aldo dengan sangat amat kencang. Aldo langsung terpelanting ke arah Yudo yang duduk di lantai dan menimpanya.
"KAK! BERAT TAHU!" Teriak Yudo kayak orang gila.
"Go to hell!" Adia menerjang ke arah Aldo dengan satu tujuan: Membunuh Aldo.
"Adia! Jangan!" teriak Rina yang langsung menghentikan Adia. "Tenangkan dulu pikiranmu. Jangan terbawa emosi."
Adia membalikkan badannya dan langsung menuju tangga tanpa sepatah kata pun.
"Do… kau tahu yang baru saja kau lakukan?' tanya Ilham dengan wajah serius.
Aldo memegangi lebam yang bertambah diwajahnya. "Apa?"
"Kau melepaskan seorang monster…"
Seilla menangis dikamarnya. Matanya menjadi sangat merah karena air mata yang keluar terus menerus. Dia menangis di meja belajarnya.
'Mengapa kak Aldo seperti itu! Apa dia tak mengerti ucapanku! bodoh!' itu yang sedang dipikirkan Seilla.
Tok Tok Tok.
Seseorang mengetuk pintu kamarnya.
"Aku tak mau bertemu siapa-siapa!" teriak Seilla dengan suara yang parau.
"Kau tak mau bertemu kakakmu sendiri?"
"Adia?" dengan cepat Seilla menghapus air matanya dan langsung membuka pintu kamar.
"Kau tak apa-apa?" tanya Adia dengan wajah emotionless tapi ada sedikit kekhawatiran.
Seilla mengangguk kecil. "Aku tak apa-apa…"
"Benarkah?"
"Iya."
"Kau yakin?"
"IYA!"
"Biarkan aku masuk."
"Ng… baik." Seilla membiarkan Adia masuk ke kamarnya. Adia langsung duduk di tempat tidurnya dan Seilla duduk di meja belajarnya.
"Rapi juga…" kritik Adia yang melihat seisi kamar adik kembarnya.
"ung… thanks?"
Adia tersenyum kecil melihat wajah adiknya. "Aku tahu apa yang terjadi."
Seilla tersentak kaget. "Benarkah?"
Adia mengangguk. "Ya dan aku sudah memukul Aldo dengan dengan kencang." Ucap Adia yang dilanjutkan oleh tawa.
Seilla merasakan wajahnya memerah menatap wajah kakaknya. Mata merahnya bertemu dengan mata abu-abu kakaknya. Jika dilihat-lihat Adia adalah orang yang baik, pengertian, pendiam, dan menghormati wanita. Pria idaman bukan? Pasti banyak wanita mengejar Adia.
"Seilla." Panggil kakaknya dengan sangat sopan.
"Ya?" Seilla melihat wajah kakaknya yang sedikit ragu-ragu.
"Aku tahu ini Privasi tapi…" Adia menghela nafasnya. "Siapa yang kamu suka?"
"E-Eh?" Seilla berpikir sebentar.
"Aku tahu dari cerita Aldo. Tidak apa kau bisa beritahukan kakakmu ini." Ucap Adia dengan senyum kecil.
Seilla berpikir dengan keras. Mana mungkin dia bilang kalau dirinya menyukai kakaknya sendiri. Jika anggota SEES tahu bagaimana? Tapi ini kesempatan bagi dirinya untuk memberitahukan perasaannya ke Adia. Tapi…
"Maaf…" Adia berdiri. "Aku akan kembali ke kamarku."
Seilla tak tahu harus berbuat apa. Dirinya tak mau kesempatan ini disia-siakan. Tapi, dia juga tak mau orang lain mengetahui perasaannya. Tanpa disadari Seilla berdiri dan langsung mencium bibir kakaknya.
"A-aku mencintaimu…" ucap Seilla setelah mencium bibir kakaknya.
Wajah mereka berdua sangat merah. Seilla masih memeluk kakaknya dan Adia masih terkejut dengan kejadian yang barusan.
"Kau… bercanda kan?" tanya Adia dengan wajah seperti tomat.
Seilla menggelengkan kepalanya. "Tidak… aku tidak bercanda."
Adia langsung melepaskan pelukan Seilla. "Kau bercanda? Kita ini kakak adik! Mana mungkin kau…" sebelum ucapannya selesai Adia dipotong oleh bibir Seilla yang bersentuhan dengan bibirnya.
"Apa itu bukan bukti bahwa aku tidak bercanda?" tanya Seilla.
Adia menggelengkan kepalanya. "Aku hanya tidak percaya adikku menyukai kakaknya yang waktu lahirnya beda beberapa menit."
"Aku tak peduli kalau ini cinta terlarang. AKu hanya menyukaimu, mencintaimu, menyayangimu… tolong terimalah." Air mata mengalir di pipi Seilla untuk ke sekian kalinya.
Adia memeluk adiknya. "Aku… juga Mencintaimu. Tapi apa kau yakin kau ingin bersama kakakmu yang penuh kekurangan ini?" ucap Adia. "Aku yakin kau pasti menemukan orang yang lebih baik daripada diriku."
Seilla menghapus air matanya dan menggeleng pelan. "Tidak… aku tidak mau orang lain! Aku hanya ingin kamu! Sebagai kakak dan sebagai kekasih!" teriak Seilla di dada Adia.
"Apa kau yakin?" tanya Adia.
Seilla mengangguk dengan kepala yang masih di dada Adia. "Aku yakin."
Adia menghela nafasnya. "Baiklah… mungkin cinta ini terlarang. Tapi aku tak peduli. Ini janjiku, aku tak akan meninggalkanmu dan akan melindungimu selama aku hidup."
Seilla mengangkat wajahnya. "Benarkah?"
"Iya."
Senyuman kecil terpampang diwajahnya. Lalu mereka berdua menyatukan bibir mereka untuk ketiga kalinya. Kali ini Adia dengan sepenuh hati mencium adiknya dan kekasihnya. Seilla mengalirkan air mata bahagia disaat mereka berciuman. Hatinya penuh kegembiraan dan kedamaian.
Setelah mereka berdua selesai berciuman, mereka menatap satu sama lain.
"I love you…"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar