Selasa, 25 November 2014

artikel #15



Sejak kapan semua ini dimulai?
Sejak kapan perasaanku padanya berkembang dari persaudaraan menjadi sesuatu yang lain?
.
Senyum yang polos...
Senyum yang indah...
Kebaikan hati yang tanpa pamrih...
.
Sejak masih kecil? Sejak kita menginjak masa remaja? Ketika aku menjalin hubungan dengan Reiko? Atau... atau... jauh, jauh setelahnya?
Jawaban...
Aku tak memiliki jawaban akan pertanyaan itu. Yang kutahu, yang aku mengerti adalah... bahwa sejak kita masih anak-anak... jauh, jauh sebelum kita bisa mengerti...
Di masa di mana yang kita tahu adalah satu sama lain. Ketika yang kita mengerti hanya satu, hanya tahu, hanya merasa, betapa berartinya yang lain..
Aku tahu.
Aku tahu.
Bahwa kamu spesial.
Bahwa hubungan kita spesial.
Bahwa kita tak tergantikan satu sama lain.
Bahwa kamu tak tergantikan bagiku.

artikel #14



Andaikan perasaannya memang merupakan dosa, jika Tuhan memang melarang adanya perasaan seperti ini, kenapa dia tetap harus merasakan perasaan ini? Kenapa... kenapa dia bisa jatuh cinta pada orang itu?
.
Jauh...
Jauh...
Tak tergapai...
Tapi begitu dekat...
.
Padahal dia tahu perasaannya salah.
Padahal dia tidak bodoh.
Padahal dia tahu dan mengerti.
Mengerti... seharusnya dia lebih mengerti dari orang lain.
Tapi kenapa dia tak bisa menghentikan perasaannya? Kenapa Tuhan harus menciptakan perasaan... mencintai ini? Kenapa perasaan ini salah? Kenapa?
Padahal dia tahu bahwa ini semua salah... salah... salah dalam berbagai artian dan alasan...
Tapi kenapa?
Mika tidak tahu dan sama sekali tidak mengerti.

artikel #13



Di hari valentine, dimana seseorang dapat saling bertukar kasih dengan orang lain, membagi rasa cinta dan kasih sayang kepada orang yang mereka cintai. Di hari Valentine yang identik dengan sebuah bunga mawar merah dan coklat, tidak luput juga dengan sepucuk surat yang bertema cinta dan kerinduan.
Aku hanya duduk sendirian di bangku taman ini. Malam yang kelam dan gelap. Lampu taman yang menjulang keatas menerangi di sekitar tempat ku.
Suara jangkrik-jangkrik dan burung gagak terdengar jelas saat malam ini. Udara semakin dingin dan menusuk ku.
Mata ku tertuju kepada orang-orang disana. Banyak sepasang kekasih yang terlihat begitu mesra dan sweet. Aku jadi iri. Benak ku berkata.
Dimana para lelaki memberikan sebuah bunga dan coklat kepada para perempuan, pacarnya.
Saling memberikan cinta kasih sesama pasangannya, dan ciuman hangat.
Ooh... tidak! Aku ingin sekali seperti mereka. Gumam ku sambil meremas-remas bunga mawar.
Coklat yang ku buat dengan darah ku sendiri, tak bisa memberikan yang terbaik untuk kekasih ku, Fuuto.
Kenapa malam ini kau tidak bersama ku? Dimana kau berada? Beritau aku dan bisiklah aku. Aku begitu kesepian sekali. Tepat dimana hari valentine dan malam-malam yang penuh akan cinta dan rasa sayang, dimana malam yang penuh dengan kebahagiaan dan berbagi cerita, kau tidak hadir disisi ku.
Aku ingin sekali kau ada dihadapan ku. Memberikan pelukan hangat dari mu untuk ku, memberikan kecupan manis pada bibir ku. Aku ingin sekali kau membelai ku dengan lembut. Tangan halus mu terasa nyaman sekali bila kau menyentuhku.

artikel #12



Namaku Rangga Dinar Alam. Di liburan musim panas ini, teman masa kecilku yang bernama Nafrah Adella, mendadak memaksaku untuk pergi bersama ke gunung Fuji demi mendalami legenda kota kami, yaitu “sang cahaya putih”.
Akan tetapi... ada organisasi rahasia “Kelompok topeng merah” yang beraksi diam-diam di kota. Ada juga rumor tentang harta terpendam yang ada di gunung Fuji. Lalu, ada penguin juga... semuanya itu saling terjalin menjadi satu dan bergerak menuju akhir yang tidak terduga.
Benar-benar sebuah cerita musim panas yang aneh..

artikel #11



Nafrah meniup debu yang menutupi kamera rangefinder favoritnya dengan blower hingga bersih, lalu dengan perlahan mengangkatnya tepat ke depan wajahnya. Kamera yang membuat pemandangan ruang kelasnya yang sudah ia tempati selama 2 minggu semenjak kehidupan SMA-nya dimulai, terlihat sempit. Kelas barunya yang awalnya terasa tidak nyaman, tapi akhirnya menjadi bagian dari keseharian.

artikel #10



Mengalir.
Seperti tarian yang indah. Seperti gerakan-gerakan ahli bela diri. Tetapi ia tidak luar biasa, maupun cepat.
Ia melakukannya dengan alami.
Meskipun dia hanya menggerakkan tangannya dengan alami, namun after-image terlihat bermunculan. Tepat enam tangan. Semua bergerak dengan lembut. Dewa sesungguhnya seperti Ashura ada.
Dengan keenam tangan itu, dia memegang kekuatan seperti dewa.
Akan tetapi, dia terlihat terlalu lembut untuk seseorang seperti Ashura yang hebat.
“Ah! Caranya membuat bentuk bayang-bayang ini. Keterampilan artistik ini......penulis adegan ini melakukannya dengan baik setiap kali dan setiap waktu!”
Saat anak lak-laki ini merasa semakin senang, ekspresinya melembut.
“Haha, sepertinya kau sedikit gemetar. Chelsea......akan tetapi.”
Dan tangannya secara perlahan mendekati kontrol untuk memberikan perintah.
“Jangan khawatir. Aku, sang Dewa Penakluk, pasti akan menyelamatkanmu dari putaran berulang ini.”
Seperti pianis memainkan sebuah sonata dengan damai.
Mengagumkan.
Sunyi.
Tenang.